Perawan (sebuah hierarki perempuan jawa)

                           

     Nenek saya berkata pada saya"nduk perawan sore sore kok durung adus?" Pada waktu itu saya hanya menanggapi nya dengan tertawa.Usia saya masih 5 tahun dan saya belum mengerti apa itu "perawan".
    Dalam konteks dilingkungan saya yang notabene adalah masyarakat jawa "perawan" adalah seorang perempuan muda yang belum menikah.Seorang perempuan dianggap perawan bila telah melewati masa menstruasi atau akhir balig.
    Para "perawan" juga tidak lepas dari mitos menstruasi, menstruasi dianggap sebagai hal yang kotor dan tabuh,sehingga muncul banyak sebutan untuk menstruasi dan pembalut menstruasi contohnya roti atau sedang libur.Menyebut haid atau pembalut adalah sesuatu yang terlalu vulgar.Selain itu juga diciptakan pantangan bagi perempuan yang sedang dalam masa menstruasi tanpa disertai bukti ilmiah dan masih diterapkan hingga saat ini seperti "jangan minum es nanti darahnya berhenti". Menstruasi tidak dipandang sebagai hal yang normal sebagai seorang perempuan sebagai kodrat tuhan tetapi hal yang kotor,menjijikan dan misterius.
    Mitos kodrat juga merupakan hal yasng berkembang dan berlaku bagi perempuan jawa.Dalam kebudayaan jawa dikenal istilah 3m (masak, manak, macak) yang menjelaskan bagaimana peran perempuan seharusnya menurut konteks jawa.Meskipun pada abad 21 ini telah banyak perempuan jawa yang terpelajar mitos kodrat masih tetap saja berkembang seperti "perempuan jangan pulang malam" atau banyak pertanyaan yang sering dilontarkan pada saya "kok perempuan pergi sendirian?".
      Hal seperti itu tidak hanya dilontarkan oleh kalangan tua saja tetapi generasi muda juga masih mendengungkan doktrin tersebut.Selain aturan dan larangan tersebut para perempuan "perempuan" juga dituntut sempurna,mereka harus punya pendidikan tinggi dan juga kemampuan mengurus rumah yang baik,nenek saya dirumah akan marah bila saya lupa tidak menyapu rumah berbeda dengan saudara laki laki saya yang sedikit dilonggarkan atau bahkan tidak pernah disuruh.
    Saya tidak memungkiri bahwa Patriarki mempunyai pengaruh besar untuk membentuk definisi perempuan jawa ataupun dalam kebudayaan masyarakat lainnya.Masyarakat menempatkan perempuan dalam gender kedua dengan dalih "makhluk mulia". Patriarki tidak akan berhenti bila perempuan tidak berani bersuara.Bersuaralah bagi kaummu niscaya dunia akan memihakmu.
Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya. -Ra.kartini-    
   
   

Comments

Post a Comment

Popular Posts